Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

ROFA Band Luncurkan Lagu "Suluk Walisongo" Lagu Paling Mistis, Pengusir Setan & Jin Jahat. Anak Rewel Langsung Tenang.

Lagu karya Gus Fuad kali ini, Suluk Walisanga, bisa menjadi kurikulum yang efektif untuk
belajar memahami makna-makna spiritual yang begitu dalam, semacam tasawuf melalui
bunyi-kata yang aktual direnungi selama-lamanya.
Meskipun judul lagu ini terikat dimensi ke-Islam-an, namun makna lagu (liriknya), relevan
untuk siapa saja, terutama kita yang tengah belajar membuktikan cinta kasih kepada seluruh
ciptaan Tuhan (
welas tresna marang sapada-pada), belajar menjaga hati, menjauhkan yang
buruk (
nyingkiri hangkara njaga sucine hatma) dengan semata mengikuti kehendak Allah
hingga (mampu) bersatu dengan-Nya (
Hingsun tansah hanyartani; hingsun-sira hanyawiji).
Kata “rasa”, yang disebut tiga kali di dalam lagu ini, menjadi bekal utama untuk
mengamalkan seluruh pelajaran itu.
Pada bait pertama baris kedua:
Sejatine rasa tan kena kinira-nira
(Sejatinya rasa tidak pernah bisa diduga-duga)
Pada bait kedua baris pertama:
Hing dina Alastu rasa sukma prasetya
(Di Hari Alastu, rasa sukma berjanji)
Pada bait kedua baris ketiga:
“Rasa kang Maha Hakarya
(Rasa yang Maha Karya, Kebenaran Illahi)
Mengapa kata “rasa” sedemikian penting untuk selalu dimunculkan? Besar kemungkinan,
itulah yang terdalam. Rasa melampaui batas logika, rasa adalah sebuah ruang-aksi multiindera, multi-parameter. Rasa terikat situasi yang tak terduga; rasa terikat dengan keteguhan
atas janji, dan rasa juga terikat dengan kebenaran yang datang dari Allah.
Di dalam pengalaman hidup sehari-hari, rasa selalu menguji toleransi—seberapa jauh rasa di
dalam diri kita berperan secara naluriah dan jujur tanpa beban-beban konseptual dan hukumhukum di dalam agama. Misalnya kita mau menolong adalah bukan karena kita memiliki
motif tertentu, namun karena hati kita (rasa kita), memang tergerak.
Selanjutnya: Apakah kita juga mampu menangkap apa yang Allah rasakan? Tentu saja dalam
konteks tersebut, rasa adalah kebenaran. Itu pertanyaan besar yang bisa dijawab dengan
banyak ilmu.
Lagu ini menarik dalam setiap baris liriknya, dan itu pun sudah dimulai sejak baris pertama.
Baris pertama lagu ini sudah menegaskan satu makna simbolik yang begitu luas
interpretasinya, di mana kita ditantang untuk mempertanyakan peran kita bagi terciptanya
harmonisasi kehidupan demi mewujudkan keindahan dunia (
memayu hayuning bawana).
Apakah kita sebagai manusia—terlebih manusia yang merasa beriman—sudah

mempertanyakan dan membuktikan peran kita demi mendukung terciptanya harmonisasi
yang berpotensi memunculkan keindahan?
Para sufi besar, pujangga termasyur, antara lain Al-Ghazali, Jalaluddin Rumi, Hazrat Inayat
Khan, Rabrindanath Tagore, telah berulang kali membicarakan hubungan antara musik dan
harmonisasi kehidupan. Mereka menempatkan musik dalam bejana yang sangat khusus:
spiritual, sufisme. Tentu saja karya-karya pemikiran mereka sangat nyambung dengan makna
lagu
Suluk Walisanga ini.
Misalnya ada istilah menarik dari Hazrat Inayat Khan, yaitu “mistisisme bunyi”, bahwa bunyi
mampu menghantarkan manusia kepada hal-hal yang sulit dimengerti akal, namun bisa
berdampak langsung kepada psikologis (kembali kepada “rasa” tadi). Mendengar lagu atau
musik, dengan demikian, adalah sebuah hayatan. Hayatan akan berkaitan dengan fungsi nyata
lagu bagi hidup manusia (personal). Fungsi personal tersebut akan berkaitan pula dengan
fungsi sosial (amalan) yang kemudian menyertainya. Kita punya hak di dalam hidup, belajar
kepada yang
ghaib, maupun kepada yang verbal (dzahir-bathin, kasat-tak kasat).
Dari lagu
Suluk Walisanga ini, kita seperti ditarik-tarik untuk mendengar musik bukan hanya
sebagai hiburan yang menenangkan batin, namun juga mengasah logika untuk sungguhsungguh memaknai dan mengamalkannya dalam laku kehidupan. Olahan musik di dalam
lagu ini juga terasa sederhana namun teduh, didukung adanya paduan suara pada bagian
interlude yang menambah khusyu’ suasana.
Begitulah asyiknya “bermain-main dengan musik” untuk memunculkan makna-makna lain
yang tersembunyi namun bisa dibongkar (kontekstualisasinya). Tak hanya manusia yang
“menempuh” perjalanan panjang agar mendapatkan
ridho Allah, musik pun juga menempuh
perjalanan panjang di tengah alam pikiran manusia, maka muncul persepsi, hingga hukumhukum dan teori-teori. Begitu banyak filsuf sejak masa Yunani Kuno hingga Modern, turut
membicarakan musik dalam berbagai konteks.
Plato mengaitkan musik dengan moralitas; Phytagoras menguji lebih serius hubungan musik
dengan matematika (maka lahirlah hukum tala); Aristoteles juga telah berbicara tentang
musik dan makna keindahan yang hidup di alam batin manusia (psikologi, estetika); Thomas
Aquinas menganggap bahwa penciptaan seni (tak terkecuali musik) berhubungan dengan
teologi, para kreator bisa berkarya dengan mengambil tema-tema pokok yang berkaitan
dengan religiositas untuk semakin memahami dimensi Ketuhanan. Theodor W. Adorno di
zaman modern awal abad ke-20, mengaitkan musik dengan kesetaraan peran dan tanggung
jawab di lingkup sosial, dan seterusnya.
Melalui Gus Fuad, yang secara konsisten dan jujur terus berkarya mengekspresikan laku-janji
pada Allah melalui lagu, kita bisa ikut belajar terus-menerus. Saya pribadi bersyukur, selalu
diingatkan untuk hal-hal baik yang menentramkan jiwa melalui karya-karya beliau.
(Erie Setiawan)

Lirik Jawa:
Memayu hayuning bawana
Sejatine rasa tan kena kinira – nira
Kun dadia padang - jingglang cahya
Sukma jumedul jagad raga banjur nyusul
Ing Dina Alastu rasa sukma prasetya
Sujud sembah mung katuju
Rasa Kang Maha Akarya
Welas tresna marang sepada – pada
Suket wit – witan kewan jin lan manungsa
Siti tirta hawa agni klambine nyawa
Nyingkiri angkara njaga sucining atma
Ingsun tansah hanyartani
Ingsun – sira hanyawiji

 
Lirik Indonesia:
Memperayu keayuan semesta
Tuhan sejati tidak bisa dibayangkan
Kun jadilah cahaya terang benderang
Ruh muncul alam jasad pun menyusul
Di Hari Alastu segenap ruh berjanji
Menyembah bersujud hanya tertuju
Tuhan Yang Maha Menciptakan
Mengasihi mencintai kepada sesama
Rumput pepohonan hewan jin dan manusia
Tanah air udara api bajunya nyawa
Menyingkiri angkara menjaga kesucian jiwa
Aku selalu menyertai
Aku engkau menjadi satu

 
Lirik Inggris by : Muhammad Fathur Rahman
Beautifying the beauty of universe
True God cannot be imagined
Kun just be bright light
The spirit appears and the realm of the body follows
On the day of Alastu, the whole spirit promise
Worshiping kneeling is only aiming
God almighty created
Loving others
Grass, trees, genie animals and human.
Soil, water, fire, air, are the clothes of life
Getting rid of anger keeping the holy soul
I'll always be there
You and I become one.



Penjelasan makna lirik lagu Suluk Walisongo


Posting Komentar untuk "ROFA Band Luncurkan Lagu "Suluk Walisongo" Lagu Paling Mistis, Pengusir Setan & Jin Jahat. Anak Rewel Langsung Tenang."